PERBUATAN MAIN HAKIM SENDIRI
Penulis:
Ucok Rolando Parulian Tamba, S.H.,M.H.
Advokat Antinomi Law Office
Masyarakat perlu mempertimbangkan secara baik dan berpikir cerdas dalam menyikapi suatu permasalahan yang timbul dalam lingkungannya, hal tersebut disebabkan karena perilaku main hakim sendiri saat ini masih marak dilakukan ditengah masyarakat di Indonesia yang notabene merupakan negara hukum. Masyarakat seharusnya dapat memperoleh pelajaran berharga dari banyaknya kasus mengenai main hakim sendiri yang mana perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum;
Definisi main hakim sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menghakimi orang lain tanpa memedulikan hukum yang ada (biasanya dilakukan dengan pemukulan, penyiksaan, pembakaran, dan sebagainya), namun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau dalam hukum pidana disebut Eigenrichting baik definisi maupun penormaan main hakim sendiri tidak dikemukakan dan tidak ditemukan, adapun yang diatur dalam KUHP hanyalah perbuatan-perbuatan yang dikualifikasikan sebagai perbuatan main hakim sendiri;
Beberapa wujud perbuatan yang dikualifikasin sebagai perbuatan main hakim sendiri antara lain penganiayaan, kekerasan menggunakan tenaga bersama (pengeroyokan) dan perusakan yang mana dalam KUHP perbuatan-perbuatan tersebut diatur sebagaimana pasal 351 dengan ancaman hukuman pidana penjara 7 tahun apabila mengakibatkan kematian, 170 KUHP dengan ancaman hukuman penjara selama 12 tahun apabila mengakibatkan kematian dan 406 yang ancaman hukumannya pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan;
Beberapa alasan mengapa terjadi perbuatan main hakim sendiri antara lain adalah, minimnya pemahaman masyarakat mengenai pondasi-pondasi hukum yang telah dirumuskan oleh penyelenggara negara dan ketidaktahuan masyarakat mengenai akibat hukum beserta sanksi yang dikenakan apabila melakukan penganiayaan,kekerasan (pengeroyokan) atau perusakan. Alasan lain adalah proses penginternalisasian hukum positif di negara kita sangat minim dilakukan baik oleh aparat penegak hukum maupun penyelenggara negara in casu lembaga eksekutif baik di pusat maupun di daerah;
Willi Adiansyah, Warih Anjari dalam Jurnal Hukum StaatRechts, Vol 5,No.1 (2002) menerangkan bahwa akibat hukum adanya tindakan main hakim sendiri telah melahirkan hukum tidak berjalan dengan semestinya dan bertentangan dengan teori Negara Hukum yang ada di Indonesia. Main hakim sendiri dapat merugikan pihak korban yang mengalami luka ringan atau berat, cacat tubuh, gangguan mental dan kematian;
Pemerintah bersama aparat penegak hukum perlu bekerjasama secara maksimal dalam rangka mengedukasi, mensosialisasikan serta menginternalisasikan pondasi-pondasi hukum yang telah dirumuskan oleh penyelenggara negara kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga tidak ada lagi peristiwa kasus main hakim sendiri yang mengakibatkan korban jiwa dan lainnya ditengah kehidupan masyarakat di Indonesia.
Top